PT MRT Jakarta (Perseroda) siap memberikan sanksi pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai hukuman terberat bagi pegawai yang terbukti memanfaatkan ijazah palsu dalam proses penerimaan kerja.
Ahmad Pratomo, Kepala Divisi Corporate Secretary PT MRT Jakarta, menyatakan dalam sebuah keterangan di Jakarta pada hari Jumat bahwa masih terdapat penyelidikan internal terhadap dugaan pemakaian ijazah palsu oleh seorang karyawan. “Jika setelah proses investigasi internal terbukti karyawan bersangkutan menggunakan ijazah palsu, maka akan ditindak sesuai peraturan internal yang berlaku dengan tingkatan hukuman paling berat yaitu PHK,”
tegasnya.
Namun demikian, dia menambahkan bahwa jika hasil investigasi menunjukkan ketiadaan pelanggaran tersebut, maka pihaknya akan mengambil tindakan tegas terhadap individu di dalam yang didapati menyebarkan informasi salah atau fitnah, sesuai dengan aturan yang berlaku. “Kami akan melakukan investigasi terhadap karyawan yang menyebarkan berita fitnah atau keliru hingga pencemaran nama baik, dan akan ada konsekuensi berdasarkan peraturan internal,”
ujar dia.
Sementara itu, Achmad Nur Hidayat, seorang Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta, menyarankan beberapa langkah strategis yang harus segera diambil oleh MRT Jakarta terkait kasus ini. Langkah pertama adalah menyelesaikan investigasi internal secara menyeluruh dan mengumumkan hasilnya secara transparan kepada publik, karena masyarakat sebagai pengguna dan pembayar pajak berhak mengetahui kebenaran kasus tersebut.
Langkah kedua, yaitu melakukan audit ulang terhadap keaslian ijazah semua pegawai, terutama mereka yang menempati posisi strategis dan teknis, guna mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan. Ketiga, perbaiki sistem rekrutmen dengan melakukan verifikasi digital melalui DIKTI dan SIVIL, alih-alih hanya menerima salinan ijazah.
Selanjutnya, penting bagi MRT Jakarta untuk menegakkan integritas sebagai syarat utama dalam proses rekrutmen dan promosi jabatan, sebab kompetensi tanpa integritas hanya berpotensi menimbulkan risiko moral di kemudian hari. Terakhir, melakukan komunikasi publik yang jujur, tegas, dan penuh empati, tanpa harus menunggu isu semakin membesar dan merusak reputasi institusi.
Menurut Achmad, reputasi institusi tidak hanya bisa dibangun dari infrastuktur yang megah, tetapi juga dari kepercayaan publik terhadap profesionalisme dan kejujuran pengelolanya. “Jika MRT Jakarta gagal menanganinya dengan cepat dan terbuka, maka investasi triliunan rupiah akan sia-sia karena hilangnya kepercayaan publik adalah kerugian terbesar transportasi publik manapun,”
kata Achmad.
(Antara)
—




