Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menggali lebih dalam dugaan tindak pidana korupsi dalam pembangunan 31 rumah sakit umum daerah (RSUD) yang tersebar di seluruh Indonesia. Upaya ini dilakukan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana publik.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menuturkan bahwa investigasi ini dilakukan bersamaan dengan penyidikan kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur di Sulawesi Tenggara. “Kami juga mendalami untuk yang 31 rumah sakit yang lainnya. Karena, kami menduga tidak hanya di Kolaka Timur bahwa ada peristiwa pidana seperti ini,”
ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Senin (24/11) malam. Pembangunan RSUD Kolaka Timur ini, bersama dengan 31 RSUD lainnya, merupakan bagian dari Program Hasil Terbaik Cepat yang diinisiasi oleh Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pada tahun 2025, melalui Kementerian Kesehatan. “31 RSUD lain, kami juga sedang mendalami ini khususnya. Ini kan proyek dari Kementerian Kesehatan,”
katanya.
Sebelumnya, pada 9 Agustus 2025, KPK menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan RSUD di Kabupaten Kolaka Timur setelah melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Kelima tersangka tersebut meliputi Bupati Kolaka Timur periode 2024–2029 Abdul Azis (ABZ), penanggung jawab Kementerian Kesehatan untuk pembangunan RSUD Andi Lukman Hakim (ALH), pejabat pembuat komitmen Ageng Dermanto (AGD), serta dua pegawai PT Pilar Cadas Putra, yaitu Deddy Karnady (DK) dan Arif Rahman (AR). Pada 6 November 2025, KPK kembali mengumumkan tiga tersangka baru, yang identitasnya kemudian diungkapkan pada 24 November 2025, yaitu Yasin (YSN), Hendrik Permana (HP), dan Aswin Griksa (AGR).




